Semua sudah siap untuk berangkat camping
termasuk Friska dkk. “Hay Vi, mau nggak
duduk sebangku sama gue?” tanya Reno salah satu pengagum Viola. “Eit, jangan mau Vi.
Mending duduk sama gue” tawar Rivan yang tiba-tiba
datang. “Oh tidak bisa, Viola duduk sama
gue” lagi-lagi datang
Galih yang dengan pede mengajak Viola
duduk sebangku. Mereka semua ribut sendiri sampai tidak sadar Viola sudah naik bus dari tadi.
Helena duduk
dengan Citra, Friska
dan Erwin duduk dengan gebetan masing-masing, kali ini gebetan Friska
lain lagi yaitu Hera anak kelas XI IPA 1, cowok yang termasuk paling cerdas
se-SMA, sedangkan Viola yang
bingung mau duduk dengan siapa memilih untuk duduk sendiri dan jika ada cowok
yang minta untuk duduk berdua Viola
menolak mentah-mentah. “Hai Cit, apa kabar?” tanya Johan.
Raut muka Citra langsung sumringah melihat Johan
tapi itu tidak lama dengan kedatangan Sinta.
“Eh, Jo. Belum dapat tempat duduk ya, kita
duduk dibelakang saja yuk” ajak Sinta.
Tanpa bicara lagi Johan langsung
mengikuti Sinta karena memang dia belum
kebagian tempat duduk. Muka kecut Citra kembali
terlihat saat Friska menjegal Sinta tapi malah membuat Sinta dan Johan
berpelukan.
Tidak
lama kemudian mereka tiba di tempat perkemahan dekat rumah penduduk, sebelum
mulai memasang tenda Johan sebagai
ketua menjelaskan beberapa hal terlebih dahulu.
“Teman-teman, akhirnya kita tiba di lokasi, dan
seperti yang kita lihat disekitar ada rumah-rumah penduduk sehingga selama kita
disini kita harus saling menyapa atau kalau bisa saling membantu para penduduk”
begitulah inti dari yang dikatakan Johan.
Saat Citra
dkk. sedang mendirikan tenda, Sinta dan kedua temannya sengaja lewat untuk membuat Citra panas. “Kalian tahu nggak
tadi gue ngapain sama Johan di bus?”
kata Sinta pada ke dua temannya. “Emang
ngapain Ta?” tanya Winda. “Johan
bilang kalau dia pengen deket-deket gue terus”
“Serius?
Jangan-jangan nanti pas api unggun Johan nembak lo Ta. Lo harus siap-siap”
“Eh, daripada kalian ngegosip yang nggak penting mending bangun tenda sana” Helena mulai panas.
“Hallooo, kalian siapa ya? Emang ini tempat
nenek moyang lo, terserah gue dong mau ngapain. Oh ya kalo masalah tenda, punya
gue sudah berdiri tuh dibantuin sama Johan”
kata Sinta membuat Chaca tambah panas.
Tenda yang dibuat Citra dkk. selesai dibuat, Citra
langsung masuk dan itu mengundang tawa Sinta dkk. “Tuh
bestfriend lo ngamuk, susulin gih! Sebelum bunuh
diri di dalam” ledek Sinta
disusul tawa kedua temannya. Helena, Viola, dan Friska langsung masuk menyusul Citra.
“Cit,
lo mau dapetin Johan kan? Buat
dapetin Johan lo harus ngalahin Sinta dulu” Friska memulai pembicaraan saat mereka didalam tenda.
“Jangan ikut-ikutan buat
masalah Fris” Helena tidak setuju dengan ide Friska.
“Maksud
lo?” tanya Citra tak
mengerti.
“Gini, kalo lo mau ngalahin Sinta, lo gunain cara yang Sinta gunain” Friska tidak memperdulikan Helena setuju atau tidak.
“Maksud
lo gue harus caper setiap kali ngliat Johan?”
tanya Citra yang masih tak mengerti.
“What,
memang Sinta sering caper dimanapun, kapanpun ngeliat Johan?” kali ini Viola
yang angkat bicara.
“Gue setuju tuh idenya Friska”
tiba-tiba Erwin masuk. Lalu Friska dan Erwin tos.
“Kenapa kamu nggak
ngomong langsung saja sama Johan, siapa tau dia juga suka sama kamu. Kalaupun ditolak yang penting kamu sudah
ngungkapin perasaan kamu. Lega kan?” usul Helena.
“Benar juga
kata si Helena, apa salahnya sih nembak duluan.
Kayak Friska dong berkali kali agresif sama
cowok walaupun akhirnya gatot alias gaal total” cerocos Erwin.
“Lo sebenarnya
ada di pihak siapa sih? Tadi setuju sama pendapat gue sekarang setuju sama
pendapatnya Helena. Terus kenapa jadi bawa-bawa gue coba?”
pelotot Friska pada Erwin.
Helena, Viola, Friska dan Erwin
tidak menyangka dengan perubahan sikap Citra yang secepat itu. Mereka berempat melihat Citra sedang membantu Johan
mencari kayu bakar, membantu memasangkan tenda siswa lain, memasak air, dan
masih banyak lagi.
“Aku
kira apa yang kamu maksud sudah dimengerti Citra,
Fris” kata Helena.
“Sepertinya
begitu” jawab Friska. Mata
mereka berempat hanya tertuju pada Citra
dan Johan
“Tidak ku sangka, ternyata
Citra lebih agresif daripada lo Fris” ledek Erwin.
“Eh, Sinta
nyamperin mereka berdua” Viola menimpali.
Entah apa yang ada dipikiran mereka berempat,
mungkin akan terjadi perang dunia ke 3. Tunggu, ternyata Sinta juga melakukan
apa yang dilakukan Citra. So,
mereka sama-sama cari
perhatian si Johan.
“Wow, ini pertunjukan amazing. Ada yang bawa
popcorn nggak?” kata Erwin. Helena, Friska, Viola dan Erwin tidak menyangka adegan
tersebut masih terjadi
juga saat api unggun. Citra dan Sinta masih
berlomba-lomba mencari perhatian Johan.
Mulai dari menata kayu, menyiram minyak, sampai menyiapkan korek api saja masih
rebutan.
“Disini
kalau malam dingin banget ya? Untung gue bawa jaket tebel” eluh Friska saat mereka berdiri didepan tenda menunggu acara
api unggun dimulai.
“Len,
lo nggak bawa jaket ya?” tanya Viola saat melihat Helena
hanya mengenakan baju lengan panjang itupun tipis.
“Oh, bawa kok. Memang sengaja tidak aku pakai”
jawab Helena yang dari tadi menahan dingin.
“Lo nggak usah bohong Len, jaket lo basah kan?” tiba-tiba Citra muncul.
“What? Kok bisa basah?” tanya Viola.
“Waktu gue bantu-bantu Johan, kalian melototin kita terus kan? Sampai-sampai nggak sadar dayang-dayangnya Sinta masuk tenda kita. Gue nggak tau apa yang mereka
lakuin lagi selain masukin jaket Helena ke danau” Citra cerita
panjang lebar.
“Abisnya, liatin lo sama Johan ditambah lagi ada Sinta
rasanya kayak nonton layar tancep. Sayang nggak
ada popcorn” celetuk Erwin.
“Sudahlah,
aku bisa kok nahan dingin gini” Helena
berbicara dengan suara bergetar menahan dingin.
“Ada apa ini?” Johan
tiba-tiba datang. Dan saat melihat Helena, “Len
muka kamu pucat banget, kamu nggak bawa
jaket?” tanya Johan seakan
khawatir.
“Jaketnya
basah. Kenapa? Mau minjemin?” Erwin
yang menjawab.
“Kok
bisa basah? Ini pake punya gue” Johan
melepas jaketnya. Helena lalu
menatap Citra yang melihat ada kecemburuan tapi
saat itu juga raut muka Citra berubah,
dia mengangguk tersenyum dan mulutnya berbicara tanpa suara “nggak apa-apa”.
“Jo
terima kasih ya, tapi kamu tidak apa-apa jaketnya aku pakai?”
tanya Helena.
“Sebagai
ketua tim gue sudah berpengalamn menangani hal semacam ini, lo tenang saja
gue masih bawa jaket buat jaga-jaga”
kata Johan membanggakan diri.
Acara api unggun pun dimulai, malam ini mungkin
jadi malam terindah bagi kalima sahabat itu. Friska
bersama Hera gebetan barunya, Citra
bersama Johan dan tetap ada Sinta yang menghantui, Viola
bersama penggemarnya, Helena bersama
siswa lain dan mereka bernyanyi-nyanyi diiringi suara gitar yang dimainkan Erwin, niatnya Erwin
sih buat merayu cewek tapi terlanjur semua larut dalam petikan gitar Erwin, so untuk malam ini semua bersenang-senang.
Selama 2 hari 1 malam akhirnya kegiatan mereka berakhir setelah membantu pekerjaan di rumah-rumah penduduk, menanam pohon di hutan dan memainkan beberapa game. Saat bersenang-senang mereka sudah berakhir,
kini saatnya kembali ke rutinitas sehari-hari.
Di sekolah,
Helena, Friska, Viola dan Erwin
sedang makan di kantin tiba-tiba
mereka dikejutkan dengan datangnya Johan.
“Hai semua” sapa Johan.
“Hai bro..” Johan dan Erwin
tos ala cowok. Johan lalu mengambil kursi kosong di meja
sebelah lalu digeser dekat Helena.
“Tumben
nih lo gabung, kalau ada urusan sama Citra
dia di ruang OSIS” Erwin mendahului
percakapan.
“Gue
kesini bukan buat ketemu Citra, gue malah
ada perlu sama Helena” Jawab Johan yang membuat Helena
dkk. heran.
“Eh, kalau masalah jaket baru aku cuci jadi nggak bisa aku kembaliin sekarang” kata Helena.
“Oh
tenang, masalah itu bisa kapan saja”
“Terus,
ada perlu apa sama aku?”
“Cuma mau diskusi, nanti pulang sekolah aku
antar ya?” tawar Johan, Helena mengamati sahabatnya
satu per satu.
“Diskusi
apaan sih Jo? Kok cuma sama Helena.
Kita nggak diajak?” Friska penasaran.
“Tapi
gue perlunya cuma sama Helena. Nggak
apa-apa kan kalo gue yang nganterin dia
pulang nanti siang?” tanya Johan ke Helena.
“Ya
nggak masalah, asal lo bisa jagain
dia” Erwin menimpali.
“Tenang, pasti
gue jagain”
Keesokan harinya di sekolah,
Seperti biasa Friska
dkk. nongkrong di kantin. Tapi berbeda
dari biasanya Helena dan Citra sama-sama diam, Friska dan
yang lain heran dengan sikap mereka. “Hening ciptanya sudah selesai?” Erwin mengawali. “Jangan
lupa ya, kita ini sahabat yang sudah janji
bakal cerita kalau ada
masalah” Friska menimpali.
“Lo saja yang ada masalah setiap hari nggak pernah cerita ke kita” kali ini Citra angkat bicara. “Maksud
lo?” tanya Friska tidak mengerti ucapan Citra.
“Masalah cowok, dari dulu dapetin cowok
kok gagal mulu” jawab Citra ketus. Braakkk……
Friska berdiri menggebrak meja. Saat itu
juga semua pasang mata yang ada di kantin tertuju pada mereka berlima. “Masalah lo apa sih? Kenapa jadi bawa-bawa gue. Lagian gue sering cerita kok, lo saja yang sok
sibuk di OSIS jadi nggak tau masalah gue. Ngaca
dong, lo sendiri gimana
kabarnya sama Johan, cinta kok di pendem. Siram sekalian kasih pupuk” jawab Friska nggak kalah
ketus. Mendengar nama Johan, Helena jadi tertunduk. “Kalau bukan gara-gara dia, gue pasti dapetin Johan” Citra berteriak sambil menuding Helena. Bukan hanya Helena, Friska
dan yang lainnya pun kaget dengan ucapan Citra. “Maksud lo
apa ngomong kayak gitu? Helena itu
sahabat kita, dia juga tau kalo lo suka sama Johan,
nggak mungkin lah dia naksir Johan” bela Viola.
“Lo diam. Lo juga suka kan sama Johan? Kalian sendiri kenapa nggak ngomong sama gue kalau kemarin Johan ngajakin Helena
jalan?” Citra ngamuk nggak karuan. “Gue pikir mereka cuma
mau diskusi” Jawab Erwin. “Apa?
Diskusi? Diskusi kok ke toko buku, makan di restoran terus nembak” sindir Citra. “What? Johan nembak Helena”
tanya Viola tidak
percaya. “Lo tanya sendiri orangnya” Citra melirik Helena
lalu pergi. “Sebenarnya apa yang terjadi
antara kalian berdua kemarin?” tanya Friska.
Helena menghela nafas panjang dan terasa berat, ”Jadi begini ceritanya…”
“Kita
ke toko buku dulu ya, ada buku yang harus aku beli”
ajak Johan pada Helena. Helena
yang nggak tahu apa-apa hanya mengangguk. Setibanya di toko buku Johan dan Helena
tampak asik melihat lihat buku dari buku pengetahuan, buku agama sampai buku
bergambar semua mereka jelajahi.
“Kamu
laper nggak Len?
Kita makan dulu yuk!” ajak Johan
lagi.
“Tapi
Jo, katanya kita...” belum sempat
selesai bicara Johan langsung
menggandeng tangan Helena, mereka
menuju ke rumah makan lesehan tidak jauh
dari toko buku.
“Kita
makan disini saja ya sekalian diskusi juga
disini” Nurul hanya nurut apa kata Johan.
Setelah mereka memesan beberapa makanan dan minuman barulah Johan mengeluarkan beberapa buku.
“Sebenarnya
kita mau diskusi apa sih Jo? Aku lihat
itu bukan buku pelajaran atau sejenisnya.” Tanya Helena
penasaran. Johan hanya diam
dan terlihat senyum. Helena hanya melihat Johan
yang sedang menata 3 buku berjejer, “Nanti
setelah makan kamu buka buku ini satu per satu” pinta Johan. Lalu mereka berdua melanjutkan makan siang. Makan
siang pun selesai, “Sudah boleh
dibuka bukunya?” tanya Helena yang sudah
penasaran. Johan
mengangguk. Buku pertama dibuka Helena mendapati foto Johan
dibuku tersebut. “Apa
maksudnya?” tanya Helena lagi. “Buka dulu semua nanti aku jelasin!” Johan menyuruh lagi. Di buka buku yang ke 2 kali ini ada
gambar sepasang merpati yang membawa tanda “love” diparuhnya, Helena semakin bingung saat membuka buku yang ketiga
terdapat foto dirinya. Sepertinya Helena
mulai bisa merangkai semua gambar itu. “Aku sayang sama kamu Len, kamu mau nggak
jadi pacar aku?” dengan lancar Johan
menyatakan cintanya pada Helena. “Hah, ttaa…ta..pi…” Helena terbata-bata. “Tapi apa? Karena Citra? Atau Sinta?”
tanya Johan. “Bukan
Sinta, tapi Citra. Dia sahabat aku dan dia sangat mencintai kamu Jo”. “Tapi aku tidak”. “Itu akan
menyakiti hati Citra”. “Jadi?” tanya Johan kemudian. “Maaf, aku
tidak bisa Jo” tolak Helena dengan halus. “Ya,
aku bisa mengerti posisi kamu dan aku nggak
bisa memaksakan kehendak”. “Terima kasih
kamu sudah mengerti. Tapi kita masih bisa sahabatan”.
Setiap harinya Citra
selalu menghindar dari Helena dan yang lain. Citra
tidak lagi duduk sebangku dengan Friska,
setiap berpapasan di kantin Citra
pura-pura tidak melihat, berbagai cara pun dilakukan agar dia tidak satu
kelompok setiap ada tugas dari guru dan masih banyak lagi cara-cara menghindar yang dilakukan Citra. Di satu sisi Helena
dkk. mulai cemas dengan masalah
tersebut disisi lain Sinta yang
memperhatikan perpecahan antar sahabat tersebut
merasa senang dan puas.
Di ruang ganti,
“Lo benar-benar hebat Ta”
terdengar suara Winda memuji Sinta.
“Tadinya
gue cuma penasaran kenapa si Johan ngajakin Helena
pergi, jadi gue ikutin deh mereka” kali ini suara Sinta.
“Lo
kok punya pikiran ngrekam semua kejadian dari awal sampai detik-detik Johan nembak Helena sih?” tanya Windi.
“Gue punya
firasat kalau Johan mau nembak Helena. Tapi untung si Helena nolak, katanya sih dia nolak biar pesahabatannya
sama Citra nggak hancur. Kalau gue jadi Helena,
langsung gue terima nggak peduli perasaan Citra”
cerocos Sinta.
“Jadi,
yang lo tunjukin ke Citra kemarin cuma sebagian?” tanya Winda.
“Iyalah,
kalo gue tunjukin bagian yang Helena
nolak Johan cuma
buat persahabatannya sama Citra,
nggak bakal ada kejadian kayak
dikantin kemarin, yang Citra maki-maki Helena lah,
yang adu mulut sama Friska sampai
gebrak meja lah, yang Citra sering menghindar lah.
Pokoknya mereka yang hancur” Sinta tertawa
puas lalu keluar dari kamar ganti setelah mereka ganti baju. Tidak disangka
sesaat setelah Sinta keluar, Citra
keluar dari kamar ganti sebelah bersamaan pula dengan Helena, Friska dan Viola yang juga keluar dari kamar ganti sebelahnya. Mereka saling memandang, pikiran mereka
terpusat pada apa yang mereka dengar dari mulut Sinta langsung walau terbatas tembok ruang kamar ganti.
Di bangku taman,
Helena, Citra, Friska, dan
Viola saling diam memandang siswa lain yang sedang bermain
basket.
“Maaf” terdengan suara Citra. “Aku terlalu bodoh
langsung begitu percaya pada Sinta, kenapa
aku tidak mendengarkan penjelasan
kamu dulu?” Citra
menundukkan kepala.
“Kamu tidak salah kok, sikap kamu itu pantas
karena kamu menyukai Johan sudah lama”
Helena menatap Citra yang masih tertunduk lalu merangkul pundaknya.
“Mulai
sekarang aku akan belajar melupakan Johan” kata Citra.
“Kenapa?” tanya
Helena.
“Aku
lebih baik kehilangan Johan dari pada
aku kehilangan kamu sebagai sahabatku. Kamu tau? Betapa tersiksanya aku jika
selalu menghindar dari kalian?”
“Owhh,
so sweet” Viola menimpali. (Kemana kata What-nya?). "Perlu lo tahu Cit, selama ini gue cuma kagum dengan Johan. Dan gue tidak bermaksud merebut dia dari lo" ujar Viola.
"Maaf ya Vi, gue sudah marah-marah waktu itu" Citra menyesal.
“Kalau gitu, kita janji ya akan selalu bersama saat senang
maupun susah. Jangan ada yang ditutup-tutupi selama
masih berhubungan dengan kita” Friska menyambung.
“Janji” jawab Citra. “Gue juga minta maaf ya karena gue sudah bicara kasar sama lo, nggak seharusnya gue bilang gitu”.
“Sebenarnya sih gue kecewa lo
ngomong gitu. Tapi tenang, gue sudah maafin lo dari dulu” Friska memeluk Citra.
“Ada yang harus lo tau Cit, nggak selamanya gue gagal dalam cinta. Akhirnya gue
jadian sama Hera”
“Serius? Selamat untuk sahabat
gue. Nanti traktiran ya!” goda Citra.
“Ini semua ulah Sinta” kata Viola
yang gemas.
“Yups, dia yang sudah bikin Citra salah paham” Friska
menimpali.
“Enaknya
kita apakan dia Fris?” tanya Viola.
“Hai
girls? Lagi arisan ya? Siapa yang menang?” Erwin
datang dari lapangan.
Friska dan Viola saling
bertatapan lalu menatap Erwin seperti
ada rencana yang ditujukan ke dia.
Mereka berdua menarik tangan Erwin
lalu membisiki sesuatu, Erwin menarik tangannya
lagi lalu berkata “Itu sih gampang, serahin semua sama gue!”. Helena dan Citra
tidak mengerti apa yang mereka rencanakan. Dan saat melihat Sinta,
Erwin mulai menjalankan aksinya. “Sintaaa…” teriak Erwin.
Sinta beserta kedua dayangnya heran,
lalu Erwin berlari kearah Sinta sambil berteriak “SINTAAA, I LOPE YOU PULL” spontan Sinta lari dan malah kejar-kejaran dengan Erwin.
Ini menjadi tontonan menarik siswa lain termasuk Helena
dan Citra, apalagi Friska dan
Viola yang tertawa puas.
The end